Terlalu panjang untuk mengulas kinerja demokrasi Haryanto
Taslam pria kelahiran Probolinggo 1 Januari 1973; pria ini pernah menjadi
pimpinan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Menjadi seorang pekerja Pro-Demokrasi
yang bekerja untuk tiada ahir untuk sesama.
Salah satu yang dapat diungkapkan
sebelum beliau meninggal adalah kondisi ekonomi para keluarga korban penculikan
umumnya kekurangan. “Kami sebagai sesama korban selama ini juga tetap
komunikasi dan bertemu, bahkan kami sudah seperti keluarga sendiri,” tutur
Faisol (Wasiat Haryanto Taslam
kepada Faisol Riza untuk Prabowo, CNN Indonesia).
Sebuah pemikiran bijak
seorang poitikus bahkan seorang negarawan yang perdulu terhadap rekan
seperjuangan dalam membela demokrasi di negeri ini.
Tragedi Penculikan Haryanto Taslam
Pria
ini adalah salah satu dari sekian banyak aktivis yang diculik selama periode
1997/1998 oleh Tim Mawar. Masih dari sumber yang sama.
|
Saat
bertemu kondisinya sudah tampak sangat tidak sehat. “Sudah cuci darah tiga
kali seminggu. Waktu itu rencananya kami mau ketemuan di lantai atas tapi Mas
Taslam bilang dia sudah tidak kuat lagi kalau harus ke atas dan minta
bertemunya di lantai bawah saja, tutur Faisol juga merupakan aktifis
pro-demokrasi yang diculik tim Mawar.
|
Kronologis
penculikan Haryanto Taslam sendiri pada waktu itu terjadi tanggal 2 Maret 1998.
|
Saat
mengendarai mobil ia dikejar dan diambil paksa di depan pintu Taman Mini
Indonesia Indah. Ia adalah aktifis DPP PDI yang punya jaringan ke grassroot
PDI Megawati. Ia kemudian diculik dan beberapa bulan kemudian dibebaskan.
Setelah dibebaskan, ia tidak mau memberikan kesaksian seperti yang lain. Ia
kini menjadi anggota DPR dan Fungsionaris DPP PDI-P.( Kami yang Diculik &
dihilangkan paksa 1997 – 1998. (Pemilik Indonesia Raya Facebook)
|
Kronologis
penculikan Haryanto Taslam sendiri pada waktu itu terjadi tanggal 2 Maret 1998. (bagian dua)
|
Haryanto
Taslam merupakan loyalis PDI pro Megawati (PDIP) di tahun 1998. Ketika itu,
PDI pro Megawati (PDIP) dianggap musuh oleh pemerintah Orde Baru. Hari-hari
Taslam selalu waspada dan gelisah. Waktu bersama anak dan istri hanya bisa
sesaat lalu menghilang seperti main petak umpet dengan pemerintah.
Kekhawatiran Taslam akhirnya terjadi.
Suatu
malam selepas waktu Isya, Taslam mengendarai Mitsubishi Lancer sendirian dari
rumahnya di kawasan Luban Buaya, Jakarta Timur. Taslam sedang dalam
perjalanan menuju rumah Megawati di Kebagusan, Jakarta Selatan.
Di
depan Taman Mini, dirinya dibuntuti dua mobil dan menyadari dalam bahaya.
Benar saja, mobil pertama menyalip di depan, lalu mobil kedua menabrak dari
belakang. "Penculiknya profesional. Saya diringkus tiga laki-laki
bertubuh tinggi kekar. Tangannya diborgol, dan mata saya ditutup dengan kain
hitam," ujar Taslam saat wawancara dengan majalah Gatra tahun 2000
silam.
Begitu
turun dari mobil penculik, Taslam dijebloskan ke sel berjeruji besi, kokoh.
Tiap sel ada kamar mandinya, AC dan WC. Saat diculik, Taslam tak pernah
disiksa. Namun, tekanan psikologis terus diberikan penculik kepada dirinya.
"Mereka
mencecar pertanyaan sekitar PDI pro-Megawati yang katanya akan menggerakkan
massa untuk melakukan people power model Filipina. Ia juga ditanya soal
pertemuannya di rumah tokoh Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Muchtar
Pakpahan," katanya.( Diculik saat pro Mega, Haryanto Taslam
kini setia kepada Prabowo Merdeka.com)
|
Pius
Lustrilanang, bekas aktivis pro-demokrasi, yang pernah diculik Tim Mawar
Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat mengatakan.
|
Saya
diculik oleh Tim Mawar bentukan Kopassus pada tanggal 4 Februari dan baru
dibebaskan pada 3 April 1998. Saya diculik karena saya adalah aktivis yang
konsisten mendorong isu anti-Soeharto sejak 1993. Delapan minggu saya
mendekam dalam sel bersama sejumlah aktivis, antara lain Desmon J. Mahesa,
Haryanto Taslam, Faisol Riza, dan Raharjo Waluyo Jati. Mereka ini semua
dibebaskan dalam keadaan hidup. Di tempat penyekapan itu, saya juga sempat
berkomunikasi dengan Herman Hendrawan, Yani Afri, dan Soni. Ketiga orang ini
sampai saat ini belum diketemukan. Dari mulut Yani Afri dan Soni, saya
mendapat informasi bahwa Dedi Hamdun juga disekap di tempat tersebut. (Dulu diculik,
sekarang bergabung dengan penculik ?, Kompasiana)
|
Pada saat itu meletuslah peristiwa Penghilangan Paksa dan
Penculikan Aktivis 1997-1998, tercatat 24 orang penduduk sipil dan aktivis
pejuang demokrasi yang diculik dan dihilangkan paksa pada saat itu. Sebagian
dari mereka adalah aktivis pro demokrasi yang terdiri atsa berbagai organisasi,
instansi dan profesi. Mereka adalah Leonardus Gilang, Abdun Nasser, Yani Afri
alias Rian, Sonny, Herman Hendrawan, Dedy Umar Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail,
Suyat, Petrus Bima Anugrah, Wiji Thukul, Ucok Munandar Siahaan, Hendra Hambali,
Yadin Muhidin, Abdun Nasser, Aan Rusdiyanto, Andi Arief, Desmon J Mahesa,
Faisol Reza, Haryanto Taslam, Mugiyanto, Nezar Patria, Pius Lustrilanang, dan
Raharja Waluya Jati.
Penculikan ini dilakukan oleh Tim Mawar, tim kecil ini
dibentuk dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (KOPASUS) Grup IV, Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat. Mayor Inf. Bambang Kristiono dengan 10 orang anggota
membentuk Tim Mawar untuk melaksanakan tugas penyelidikan. Anggotanya, selain
Bambang sebagai komandannya, terdiri atas 11 orang, yaitu Kapten Inf. F.S.
Mustajab, Kapten Inf. Nugroho Sulistiobudi, Kapten Inf. Julius Stefanus, Kapten
Inf. Untung Budiarto, Kapten Inf. Dadang Hindrayuda, Kapten Inf. Joko Budi
Utomo, Kapten Inf. Fauka Nurfarid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan
Sertu Sukadi. Targetnya ialah para aktivis prodemokrasi yang lantang
menyuarakan bobroknya rezim kekuasaan Soeharto.
Para aktivis pejuang prodemokrasi ditangkap di berbagai
daerah, ada yang tertangkap di Solo, Jakarta dan Lampung. Mereka tertangkap
dalam kurun waktu sekitar tahun 1997-1998. Jumlah korban tercatat 24 orang, 1
orang di temukan meninggal, 14 orang hingga kini masih hilang, dan 9 orang
dibebaskan dalam keadaan hidup. Walau ke-9 korban tersebut dapat bebas dalam
keadaan hidup, namun mereka mengalami guncangan psikis dan psikologis. Saat mereka
diculik dan ditangkap, mereka mengalami penyiksaan yang begitu hebat.
0 Komentar untuk "Haryanto Taslam in Memory; Kerja Demokrasi Tiada Ahir"