Panen Hujatan Pasca Eksekusi Mati Bali Nine - Jokowi “Tidak Ada Pembatalan Hukuman Mati Atas Mary Jane”

Bebarapa saat setelah eksekusi  mati dilaksanakan berbagai kritikan, aksi dan hujatan bahkan kutukan mulai bermunculan. Dimulai dengan Presiden Brasil Dilma Rousseff menyatakan eksekusi warga Brasil kedua di Indonesia menandai peristiwa serius dalam hubungan di antara kedua Negara. Amnesty International  dari London  "Eksekusi ini benar-benar tercela," ujarRupert Abbott, Direktur Riset Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik.


Bahkan salah satu kantor berita luar negeri ABC News dengan berani membuat 7 resiko, termasuk penyerangan militer  yang bakal diterima Indonesia jika melanjutkan eksekusi mati terhadap warga negara Australia dalam kasus Bali Nine. Sedikit lucu memang, ketika Bandar narkoba internasional tertangkap dan dihukum mati; banyak kepala negara yang bergotong royong menghujat dan mengutuk Indonesia termasuk presiden Jokowi.


Terlepas dari itu semua Presiden Republik Indonesia menyatakan pemerintah tidak membatalkan eksekusi mati terhadap warga negara Filipina, Mary Jane Veloso. Eksekusi mati yang seharusnya dilakukan pada Rabu dini hari tadi sempat ditunda karena ada bukti hukum baru setelah seseorang yang mengaku sebagai perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa 28 April lalu.

Jokowi menegaskan bahwa eksekusi mati terhadap gembong narkoba merupakan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Ia meminta negara internasional memahami seperti Indonesia memahami aturan hukum luar negeri. "Enggak ada lobi-lobi. Ini kedaulatan hukum positif kita. Kita juga hormati kedaulatan hukum negara lain," ujarnya.
Cukup berat memang untuk Indonesia dalam
menegakan hukum yang sudah ditetapkan, karena berakibat hujatan dan kecaman dari berbagai negara. Tetapi ini semua harus dilaksanakan karena, jika tidak dilaksanakan, akan menumbuhkan wacana bahwa Indonesia adalah salah satu pasar terbesar penyebaran obat terlarang dan narkoba. Lebih parah lagi negara-negara lain akan menyatkan bahwa hukum di Indonesia itu plin-plan. Hukum dapat digagalkan atas permintaan pihak tertentu.

Berikut Kecaman, hujatan, bahkan cenderung kutukan untuk Indonesia  atas eksekusi mati yang dilaksanakan Rabu 29 Februari 2015.

Menteri Luar Negeri Selandia Baru Murray McCully kecewa karena Indonesia melakukan eksekusi. "Selandia Baru sangat menentang hukuman mati dalam semua kasus dan dalam semua keadaan," kata Mr McCully. "Kami telah menyatakan oposisi untuk hukuman mati ke Indonesia, dan saya membuat ini jelas ketika saya bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia baru-baru ini."

Presiden Brasil Dilma Rousseff mengatakan eksekusi warga Brasil kedua di Indonesia tahun ini menandai peristiwa serius dalam hubungan di antara kedua negara. Brasil telah meminta penundaan eksekusi untuk Rodrigo Gularte, 42 tahun, atas dasar kemanusiaan karena ia menderita skizofrenia. Adapun Perdana Menteri Australia Tony Abbott menggambarkan eksekusi sebagai hal yang “kejam dan tidak perlu”.

Direktur Eksekutif dari Drug Policy Alliance yang berbasis di New York, Ethan Nadelmann, mengatakan eksekusi terhadap delapan narapidana tidak akan menghasilkan apa-apa untuk mengurangi penggunaan narkoba di Indonesia atau negara lain, atau melindungi orang dari penyalahgunaan narkoba. "Semua itu hanya menunjukkan kebiadaban pemerintah," kata Ethan dalam pernyataannya.

Amnesty International yang berkantor di London menyerukan Indonesia untuk meninggalkan rencana eksekusi lebih lanjut. "Eksekusi ini benar-benar tercela," kata Rupert Abbott, Direktur Riset Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik.

Situs The Australian menyebut, pemerintahan PM Abbott kemungkinan 'membalas' keputusan Indonesia dengan cara menarik duta besarnya, Paul Grigson, dari Indonesia.

Sementara, seperti dikutip dari ABC News, Rabu dini hari, Pemerintah Federal Australia masih menimbang langkah apa yang akan dilakukan terhadap Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop kembali mengeluarkan ancaman, bahwa ada 'konsekuensi' yang akan ditanggung Indonesia jika duo Bali Nine dieksekusi.

"Saya tak berniat fokus pada konsekuensi (untuk Indonesia). Tapi, jika eksekusi tetap dilakukan dalam cara yang sudah saya antisipasi, tentu saja akan ada konsekuensinya," kata Menlu Bishop. "Namun saya tidak akan menjelaskan secara rinci."

Menlu juga mengatakan, pemerintah Indonesia tak memberikan pemberitahuan terkait kapan persisnya duo Bali Nine dieksekusi.

Hingga artkel ini diturunkan, Dubes Australia untuk RI masih menjadi representasi tertinggi pemerintahan Negeri Kanguru di Indonesia. Pihak Canberra belum membuat keputusan.

Sebelumnya, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott mengisyaratkan hal senada dengan Menlu Abbott. "Jika eksekusi diteruskan -- saya berharap tidak -- kita akan memastikan akan menemukan cara untuk mengekspresikan ketidaksenangan kita.
7 'risiko' yang mungkin akan dihadapi Indonesia pasca Eksekusi Mati Bali Nine seperti dikutip dari ABC News:

1. Potensi Serangan

Menurut ABC, ekspresi ketidaksenangan bisa dilakukan warga Australia. Pencegahan bisa dilakukan dengan mengamankan Kedubes RI di Canberra, juga konsulat di Sydney, Melbourne, Adelaide, Perth, dan Darwin.

Serangan terhadap kantor perwakilan negara lain jarang terjadi di Australia, namun hal itu pernah dilakukan.

Pada 17 Juni 1995, Konsulat Prancis di Perth diserang saat tensi dua negara meninggi soal uji nuklir di  Moruroa Atoll di Samudera Pasifik.

Pada 1992 serangan juga dilakukan di Kedubes Iran, dan pada 2012 terhadap Suriah.

2. Penarikan Duta Besar

Hal ini belum pernah dilakukan Australia untuk merespon eksekusi mati. Termasuk saat warga negaranya, Nguyen Tuong Van dieksekusi di Singapura pada Jumat 2 Desember 2005.

Perdana Menteri Australia kala itu, John Howard, bereaksi keras. Ia mengatakan, eksekusi akan  memperburuk hubungan Australia dan Singapura.

Namun, PM Howard menolak seruan melakukan boikot perdagangan dan militer terhadap Singapura -- salah satu sekutu terkuat Australia di Asia. Dia menambahkan eksekusi harus menjadi peringatan bagi pemuda Australia lainnya.

“Jangan pernah berpikir sekejap pun bahwa kalian bisa lolos dari risiko membawa obat terlarang ke mana pun di Asia tanpa menanggung konsekuensi berat.”

3. Menyunat Bantuan

Pemotongan bantuan Australia untuk Indonesia yang nilainya mencapai 600 juta dolar Australia juga mungkin dilakukan.

Soal sumbangan, sebelumnya PM Australia Tony Abbott mengingatkan 'utang budi' Indonesia atas bantuan yang diberikan Negeri Kanguru dalam tragedi Tsunami Aceh 2004. Yang nilainya mencapai 1 miliar dolar Australia.

“Jangan lupa beberapa waktu lalu ketika Indonesia dilanda tsunami, Australia mengirimkan bantuan 1 miliar dolar Australia, kami juga mengirimkan pasukan untuk bantuan kemanusiaan,"kata dia.

"Ya, mereka (Bali Nine) melakukan hal yang mengerikan, mereka juga harus mendekam lama di penjara, tapi mereka tak pantas mati.”  Ucapan itu justru memicu reaksi negatif dan gerakan 'Koin Untuk Australia’

4. Boikot Pertemuan

Menarik diri dari pertemuan tahunan para pemimpin. Juga, tak hadir dalam pertemuan  2+2 -- yang mengacu kepada pertemuan antara dua 2 menteri luar negeri dan 2 menteri pertahanan Indonesia dan Australia.

5. Pembatalan Kontrak dan Rapat

Menangguhkan kontrak level menteri dua negara. Juga menunda setiap pertemuan yang melibatkan sekretaris departemen dan wakil sekretaris.

Australia bisa jadi menangguhkan pertemuan rutin antar pejabat 2 negara dalam isu-isu pertahanan, hukum, dan pendidikan.

6. Tak Mendukung Indonesia

Australia mungkin menolak mendukung Indonesia, untuk hal-hal yang diperjuangkan RI dalam forum internasional.

7. Perpisahan Panglima TNI

Negeri Kanguru mungkin tak akan mengirimkan pejabat tingkat tinggi untuk menghadiri perpisahan Panglima TNI, Jenderal Moeldoko yang akan digelar Juli 2015 mendatang.
Share this article :
+
Next
This is the current newest page
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Panen Hujatan Pasca Eksekusi Mati Bali Nine - Jokowi “Tidak Ada Pembatalan Hukuman Mati Atas Mary Jane”"